1. Apa
itu adversary model dan non adversary model?
Jawab :
Dinegara-negara yang
menganut Common Law System, sistem peradilan pidana mengandung dua model yaitu :
a. Adversary model
dalam sistem peradilan pidana menganut prinsip sebagai berikut:
1. Prosedur
peradilan pidana harus merupakan suatu “sengketa” (dispute) antara kedua belah pihak (tertuduh dan penuntut umum)
dalam kedudukan (secara teoritis) yang sama dimuka pengadilan.
2. Tujuan
utama “prosedur” sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 diatas adalah menyelesaikan
sengketa (dispute) yang timbul
disebabkan timbulnya kejahatan.
3. Penggunaan
cara pengajuan sanggahan atau pernyataan (pleadings)
dan adanya lembaga jaminan dan perundingan bukan hanya suatu
keharusan,melainkan merupakan suatu hal yang penting.
4. Para
pihak atau kontestan memiliki fungsi yang otonom dan jelas,peranan penuntut umum
ialah melakukan penuntutan,peranan tertuduh ialah menolak atau menyanggah
tuduhan. PU bertujuan menetapkan fakta mana saja yang akan dibuktikan disertai
bukti yang menunjang fakta tersebut. Tertuduh bertugas menentukan fakta-fakta
mana saja yang akan diajukan dipersidangan yang akan menguntungkan kedudukannya
dengan menyampaikan bukti-bukti lain sebagai penunjang fakta dimaksud.
Jadi, dalam adversary model peranan hakim dalam “sengketa” (dispute) adalah mengamati para pihak
sebagai wasit yang tidak memihak. Hakim akan berperan aktif apabila ada salah
satu pihak yang mengajukan keberatan atas argumentasi atau cara yang digunakan
pihak lain dalam menunjang fakta yang diajukan dimuka siding. Setelah proses
persidangan selesai, hakim diharapkan dapat mementukan putusannya.
Kebenaran dalam adversary model hanya dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan
yang sama kepada masing-masing pihak (tertuduh dan penuntut umum) untuk mengajukan
argumentasi disertai bukti penunjangnya.
Sistem pembuktian berdasarkan adversary model sesungguhnya ditujukan
untuk mengurangi kemungkinan dituntutnya seseorang yang nyata-nyata tidak
bersalah. Selain itu juga,lebih membatasi ruang gerak aparat penegak hukum
tertutama pihak kepolisian bahkan, termasuk hakim pengadilan masih dibatasi
oleh ketentuan
b. Sedangkan
“non-adversary model” menganut
prinsip bahwa:
1. Proses
pemeriksaan harus bersifat lebih formal dan berkesinambungan serta dilaksanakan
atas dasar praduga bahwa kejahatan telah dilakukan (presumption of guilt).
2. Tujuan
utamanya adalah menetapkan apakah dalam kenyataannya perbuatan tersebut
merupakan perkara pidana, dan apakah penjatuhan hukuman dapat dibenarkan
karenanya.
3. Penelitan
terhadap fakta yang diajukan oleh para pihak (penuntut umum dan tertuduh) oleh
hakim dapat berlaku tidak terbatas dan tidak bergantung panda atau tidak perlu
memperoleh izin para pihak.
4. Kedudukan
masing-masing pihak-penuntut umum dan tertuduh-tidak lagi otonom dan sederajat.
5. Semua
sumber informasi yang dapat dipercaya dapat dipergunakan guna kepentingan
pemeriksaan pendahuluan ataupun di persidangan. Tertuduh merupakan obyek utama
dalam pemeriksaan.
Kebenaran dalam non adversary model hanya dapat diperoleh melalui suatu penyelidikan
oleh pihak pengadilan yang tidak memihak.
Dalam non adversary model,sistem pembuktian lebih cenderung ditujukan
untuk mencapai kebebasan (material) dari suatu perkara pidana. Peranan hakim
yang aktif dalam menilai kebenaran atas fakta yang diajukan dimuka
persidangan,dapat dikatakan merupakan cara mencapai tujuan sebagaimana
dimaksudkan diatas.
Persamaan
sistem ini adalah,dapat dinilai dari pandangan yang sama tentang nilai
kebenaran suatu proses penyelesaian perkara pidana.
Sumber:
(Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Romli Atmasasmita hal.42-47)
2. Bandingkan
sistem peradilan pidana di Indonesia!
Sistem peradilan pidana
di Indonesia menganut sistem campuran antara adversary model dan non
adversary model. .
Dalam adversary model dapat tercermin dalam
ketentuan :
a. Pasal
13 KUHAP
Penuntut
umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
b. Pasal
65 KUHAP
Tersangka
atau terdakwa berhak mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya.
c.
Asas Presumption of Innocence
Setiap
orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut dan atau dihadapkan dimuka
siding pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan.
d. Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1)
Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Dalam non adversary
model dapat tercermin dalam ketentuan :
a. Pasal
66 KUHAP
Tersangka
atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
b. Asas
Inkisitor
Tersangka
dipandang sebagai objek pemeriksaan.
c. Asas
pemeriksaan yang langsung dan lisan
Pemeriksaan
disidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung baik kepada terdakwa
maupun kepada sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar