Rabu, 14 Januari 2015

ANALISIS KASUS KETENAGAKERJAAN

Hukum Ketenagakerjaan


A.    Kasus
Karina adalah seorang karyawan di PT. Indrustri Kampar yang beralamat di Jl. Kebo Iwa Perumahan BPU No. D4. Karina dalam hal ini disebut sebagai penggugat melawan PT.Indrustri Kampar yang beralamat di Jl. Padang Sambian. PT. Indrustri Kampar dalam hal ini disebut sebagai pihak yang tergugat.

B.     Kronologi
-          Bahwa Karina adalah seorang karyawati PT. Indrustri Kampar yang bekerja sebagai ahli computer.
-          Bahwa Karina selama ini bekerja sesuai dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
-          Bahwa selama bekerja sebagai karyawati,Karina telah mendapat penghargaan sebagai ahli computer di perusahaannya bekerja.
-          Bahwa Karina diberi upah atas kerjanya yakni senilai Rp. 2.751.000,- (Dua juta tujuh ratus lima puluh satu ribu rupiah.
-          Bahwa upah yang diterima Karina adalah upah diatas minimum .
-          Bahwa tiba-tiba tergugat mengeluarkan SK untuk mem PHK penggugat.

C.     Pertanyaan
1.      Apakah Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan tergugat sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan apabila pada saat itu Karina sedang menyusui bayinya dan Karina sebelumnya tidak pernah menerima surat peringatan apabila Karina melakukan kesalahan ?
2.      Apakah perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melanggar hukum?
3.      Apakah tergugat memiliki alasan untuk mem PHK Karina?
4.      Bagaimana kah cara penyelesaian apa bila terjadi perselisihan hubungan indrustrial seperti dalam kasus antara Karina dengan PT. Indrustri Kampar?

D.    Analisis Pertanyaan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

1.            Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (25) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
PHK pada dasarnya harus ada izin,kecuali dalam hal tertentu berdasarkan ketentuan Pasal 154 UU Ketenagakerjaan, yaitu
a.       Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya
b.      Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali
c.       Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan atau
d.      Pekerja/buruh meninggal dunia.
d.
Batasan pemberian izin PHK tergantung pada alasannya, yaitu izin tidak dapat diberikan atau karena alasan yang dilarang. Berdasarkan ketentuan Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yakni
a.       Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
b.      Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c.       Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
d.      Pekerja/buruh menikah
e.       Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
f.       Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
g.      Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
h.      Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
i.        Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
j.        Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Jadi sudah jelas bahwa mem PHK seorang buruh/ pekerja dengan alasan bahwa pekerja/buruh tersebut sedang menyusui adalah tidak dibenarkan menurut Pasal 153 ayat (1) poin e.  Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 153 ayat (2))

Dalam kasus ini juga tidak dibenarkan apabila pengusaha mem PHK pekerja begitu saja terlebih tanpa surat peringatan sebelumnya. Dalam Pasal 161 ayat (1) dinyatakan bahwa Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Kecuali dalam hal ini menurut penulis, rasanya dibenarkan mem PHK pekerja secara langsung tanpa didahulukan surat peringatan apabila pekerja dalam hal ini telah melakukan suatu kesalahan berat (suatu tindak pidana) yang diatur dalam Pasal 158 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yakni:
1)      Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a.       melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan
b.      memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan
c.       mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
d.      mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja
e.       menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja
f.       membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
g.      dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan
h.      dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja
i.        membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara atau
j.        melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih

2)      Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
a.       pekerja/buruh tertangkap tangan
b.      ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan atau
c.       bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
saksi.



2.      Menurut Pasal 51 UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis atau lisan.
Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam hal ini perjanjian kerja yang dibuat oleh Karina dan pengusaha sudah sah menurut UU, tentunya perjanjian kerja tersebut akan menimbulkan akibat hukum apabila dilanggar. Perbuatan tergugat dapat dikatakan melanggar hukum apabila
a.       Pemutusan Hubungan Kerja semata-mata hanya karena Karina adalah seorang ibu yang sedang menyusui bayinya.
b.      Pengusaha tidak memberikan surat peringatan pertama,kedua dan ketiga apabila sebelumnya Karina telah melakukan kesalahan ringan.

3.      Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dibenarkan mem PHK pekerja/buruh apabila
a.       Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur),atau  perusahaan melakukan efisiensi. Kerugian perusahaan tersebut dapat dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. (Pasal 164)
b.      Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena
perusahaan pailit. (Pasal 165)
c.       Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
memasuki usia pension. (Pasal 167)
d.      Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh
pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena
dikualifikasikan mengundurkan diri. (Pasal 168)

4.      Apabila terjadi perselisihan hubungan indrustrial antara pekerja dengan pengusaha, maka

penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikatburuh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. (Pasal 136)

PIDANA PENJARA DALAM KUHP DAN RUUKUHP BERDASARKAN KASUS PERZINAHAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Bagaimanakah pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan?
Sistem Pidana penjara mulai di kenal di Indonesia melalui Wetboek van Strefrecht voor Indonesie, yang kemudian berdasarkan ketentuan didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1964 namanya diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Koninklijk Besluit. Dimana, sejak saat itu, hukum pidana di Indonesia mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Menurut ketentuan didalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , pidana terdiri atas :
a.       Pidana Pokok
1.      Hukuman mati
2.      Hukuman penjara
3.      Hukuman kurungan
4.      Hukuman denda
b.      Pidana Tambahan
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan barang-barang tertentu
3.      Pengumuman putusan hakim.
Yang dimaksud dengan pidana penjara adalah suatu pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang terpidana, yang dilakukan dengan cara menutup orang tersebut disebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang tersebut untuk mentaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku didalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut[1].
Lembaga Pemasyarakatan (LP) merupakan bagian akhir dari Sistem Peradilan Pidana yang merupakan bagian Integral dari Integrated Criminal Justice system. Sehingga di tinjau dari sistem kelembagaan, cara pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian akhir yang tidak terpisahkan dari suatu proses penegakkan hukum. Oleh sebab itu sudah seharusnya didalam pidana penjara tersebut, mengandung didalamnya tujuan-tujuan pemidanaan yang  baik, sehingga tujuan serta upaya dari pada para lembaga penegakkan hukum akan tercapai dan usaha lembaga penegakan hukum dimulai dari Polisi, jaksa dan hakim tidaklah menjadi sia-sia.
Pada awalnya pidana penjara dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu delik. Teori pemidanaan ini disebut dengan teori absolut yang diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Dalam teori ini menjelaskan bahwa Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum yang dilindungi. Maka, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Dimana dalam teori ini sama sekali tidak melihat bagaimana nasib terpidana kedepannya.
Dalam bukunya Hukum Penitensier Indonesia Theo Lamintang menyebutkan bahwa, Sejak abad ke 17, dimana orang-orang mulai membangun apa yang disebut dengan lembaga-lembaga penertiban di Negara Belanda yang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga sejenis hampir diseluruh Negara Eropa yang menjadi pelopor bahwa pidana penjara bukan hanya untuk menutup dan membuat jera para terpidana melainkan juga memperbaiki para terpidana, terutama dengan mewajibkan mereka untuk mentaati peraturan-peraturan tata tertib yang mendidik mereka secara sistematis untuk melakukan berbagai macam pekerjaan.
Hal ini berarti, Pidana penjara yang merupakan perampasan kemerdekaan seseorang tersebut, tidak hanya semata-mata pembalasan berupa penderitaan terhadap orang tersebut karena telah melakukan suatu perbuatan pidana, namun disamping itu juga memiliki tujuan lain yakni membina dan membimbing agar terpidana dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam Teori Gabungan yang dikemukakan Grotius dmana teori gabungan menitik beratkan pada keadilan mutlak yang diwujudkan dengan pembalasan, namun pembalasan tersebut berguna bagi masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah Ordonasi tanggal 10 Desember 1917, Staatsblad tahun 1917 nomor 708, yang juga dikenal dengan sebutan Gestichtenreglement.[2]
Dalam Pasal 12 ayat (1) KUHP dijelaskan bahwa pidana penjara meliputi 2 jenis yakni pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu. Pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang dijatuhkan kepada terpidana selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Sementara pidana penjara selama waktu tertentu, dalam pasal 12 ayat (2) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1 hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. Pasal 12 ayat (3) KUHP menyatakan bahwa : pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.
Pidana penjara dan pidana kurungan merupakan suatu jenis pidana pokok yang berbeda, sekalipun antara pidana penjara dan pidana kurungan memiliki kesamaan.  Perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilihat melalui table berikut :
Perbedaan
Pidana Penjara
Pidana Kurungan
Tindak Pidana (yang diatur dalam KUHP)
Kejahatan
Pelanggaran dan kejahatan tertentu yang daiatur dalam Pasal 114, 188, 191, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481
Maksimum Pemidanaan
Seumur hidup
Paling lama 1tahun. Jika ada pemberatan pidana paling lama 1 tahun 4bulan
Lokasi Pemidanaan
Dimana saja
Dalam daerah dimana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan.
Perbedaan Lain
1.      Tidak memiliki hak pistole.
2.      Wajib menjalankan semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
1.      Memiliki hak pistole.
2.      Pekerjaan yang diwajibkan lebih ringan.
Pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 287 yang menyebutkan :
1)      Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2)      Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. 
R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan lebih lanjut mengenai gendak/overspel atau yang disebut Soesilo sebagai zinah adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Untuk dapat dikenakan pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
Oleh karena hal tersebut, untuk dapat menuntut dengan menggunakan pasal ini, pihak yang mengadukan harus dapat membuktikan bahwa memang telah terjadi adanya suatu persetubuhan. Foto mesra yang diajukan dalam kasus ini tidak jelas apakah foto tersebut hanya sekedar berpelukan atau berciuman atau memang foto sedang melakukan persetubuhan. Apabila foto tersebut hanya foto berpelukan atau berciuman dapat dianggap kurang membuktikan adanya perzinahan yang dilakukan istri dari Bernaldi Kadir dan actor Zumi zola. Sehingga harus ada bukti-bukti lain untuk memperkuat tuduhan Bernaldi Kadir agar Hakim yakin bahwa telah terjadi suatu perzinahan.

2.2  Bagaimanakah pengaturan pidana penjara dalam RUUKUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan?
Pengaturan pidana penjara dalam RUUKUHP  yang terbaru yakni tahun 2012 dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 483 yang menyebutkan :
1)      Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
a.       laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b.      perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c.       laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d.      perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e.       laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
2)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
3)      Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
4)      Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Perbedaan pengaturan pidana penjara dalam kaitannya dengan kasus dalam KUHP dan RUUKUHP dapat dilihat dari table berikut:
Keterangan
KUHP
RUUKUHP Tahun 2012
Ancaman pidana penjara
Maksimal 9 tahun
Maksimal 5 tahun
Pengaduan
Tidak dijelaskan
Suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar
Jenis delik aduan
Delik aduan absolut
Delik aduan absolut





BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Pidana penjara merupakan salah satu jenis dari pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Yang dimaksud dengan pidana penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan kemerdekaan. Pidana penjara atau hukuman penjara mulai dipergunakan terhadap orang Indonesia berdasarkan ketentuan didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1964 namanya diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, waktu mulai berlaku KUHP.
Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar terpidana setelah kembali kedalam masyarakat dapat menjadi warga yang baik dan berguna sehingga terpidana tidak mengulangi kembali perbuatannya.  Tujuan pemidaan yang di berlakukan di Indonesia adalah berdasarkan teori gabungan. Dimana, penjatuhan pidana berupa penjara merupakan keadilan mutlak yang harus ada sebagai wujud pembalasan, namun pembalasan tersebut haruslah didalamnya mengandung hal-hal yang berguna bagi masyarakat dan terpidana.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah Ordonasi tanggal 10 Desember 1917, Staatsblad tahun 1917 nomor 708, yang juga dikenal dengan sebutan Gestichtenreglement.
Pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 287. Untuk dapat menuntut dengan menggunakan pasal ini, pihak yang mengadukan harus dapat membuktikan bahwa memang telah terjadi adanya suatu persetubuhan. Apabila bukti yang diajukan mampu meyakinkan hakim bahwa telah terjadi suatu perzinahan maka terdakwa akan dijatuhi pidana penjara maksimal 9tahun.
.



[1]Lamintang Theo, Lamintang P.A.F, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, hal. 54
[2] Ibid hal. 56