Rabu, 14 Januari 2015

PIDANA PENJARA DALAM KUHP DAN RUUKUHP BERDASARKAN KASUS PERZINAHAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Bagaimanakah pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan?
Sistem Pidana penjara mulai di kenal di Indonesia melalui Wetboek van Strefrecht voor Indonesie, yang kemudian berdasarkan ketentuan didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1964 namanya diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Koninklijk Besluit. Dimana, sejak saat itu, hukum pidana di Indonesia mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Menurut ketentuan didalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , pidana terdiri atas :
a.       Pidana Pokok
1.      Hukuman mati
2.      Hukuman penjara
3.      Hukuman kurungan
4.      Hukuman denda
b.      Pidana Tambahan
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan barang-barang tertentu
3.      Pengumuman putusan hakim.
Yang dimaksud dengan pidana penjara adalah suatu pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang terpidana, yang dilakukan dengan cara menutup orang tersebut disebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang tersebut untuk mentaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku didalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut[1].
Lembaga Pemasyarakatan (LP) merupakan bagian akhir dari Sistem Peradilan Pidana yang merupakan bagian Integral dari Integrated Criminal Justice system. Sehingga di tinjau dari sistem kelembagaan, cara pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian akhir yang tidak terpisahkan dari suatu proses penegakkan hukum. Oleh sebab itu sudah seharusnya didalam pidana penjara tersebut, mengandung didalamnya tujuan-tujuan pemidanaan yang  baik, sehingga tujuan serta upaya dari pada para lembaga penegakkan hukum akan tercapai dan usaha lembaga penegakan hukum dimulai dari Polisi, jaksa dan hakim tidaklah menjadi sia-sia.
Pada awalnya pidana penjara dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu delik. Teori pemidanaan ini disebut dengan teori absolut yang diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Dalam teori ini menjelaskan bahwa Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum yang dilindungi. Maka, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Dimana dalam teori ini sama sekali tidak melihat bagaimana nasib terpidana kedepannya.
Dalam bukunya Hukum Penitensier Indonesia Theo Lamintang menyebutkan bahwa, Sejak abad ke 17, dimana orang-orang mulai membangun apa yang disebut dengan lembaga-lembaga penertiban di Negara Belanda yang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga sejenis hampir diseluruh Negara Eropa yang menjadi pelopor bahwa pidana penjara bukan hanya untuk menutup dan membuat jera para terpidana melainkan juga memperbaiki para terpidana, terutama dengan mewajibkan mereka untuk mentaati peraturan-peraturan tata tertib yang mendidik mereka secara sistematis untuk melakukan berbagai macam pekerjaan.
Hal ini berarti, Pidana penjara yang merupakan perampasan kemerdekaan seseorang tersebut, tidak hanya semata-mata pembalasan berupa penderitaan terhadap orang tersebut karena telah melakukan suatu perbuatan pidana, namun disamping itu juga memiliki tujuan lain yakni membina dan membimbing agar terpidana dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam Teori Gabungan yang dikemukakan Grotius dmana teori gabungan menitik beratkan pada keadilan mutlak yang diwujudkan dengan pembalasan, namun pembalasan tersebut berguna bagi masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah Ordonasi tanggal 10 Desember 1917, Staatsblad tahun 1917 nomor 708, yang juga dikenal dengan sebutan Gestichtenreglement.[2]
Dalam Pasal 12 ayat (1) KUHP dijelaskan bahwa pidana penjara meliputi 2 jenis yakni pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu. Pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang dijatuhkan kepada terpidana selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Sementara pidana penjara selama waktu tertentu, dalam pasal 12 ayat (2) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1 hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. Pasal 12 ayat (3) KUHP menyatakan bahwa : pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.
Pidana penjara dan pidana kurungan merupakan suatu jenis pidana pokok yang berbeda, sekalipun antara pidana penjara dan pidana kurungan memiliki kesamaan.  Perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilihat melalui table berikut :
Perbedaan
Pidana Penjara
Pidana Kurungan
Tindak Pidana (yang diatur dalam KUHP)
Kejahatan
Pelanggaran dan kejahatan tertentu yang daiatur dalam Pasal 114, 188, 191, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481
Maksimum Pemidanaan
Seumur hidup
Paling lama 1tahun. Jika ada pemberatan pidana paling lama 1 tahun 4bulan
Lokasi Pemidanaan
Dimana saja
Dalam daerah dimana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan.
Perbedaan Lain
1.      Tidak memiliki hak pistole.
2.      Wajib menjalankan semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
1.      Memiliki hak pistole.
2.      Pekerjaan yang diwajibkan lebih ringan.
Pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 287 yang menyebutkan :
1)      Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2)      Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. 
R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan lebih lanjut mengenai gendak/overspel atau yang disebut Soesilo sebagai zinah adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Untuk dapat dikenakan pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
Oleh karena hal tersebut, untuk dapat menuntut dengan menggunakan pasal ini, pihak yang mengadukan harus dapat membuktikan bahwa memang telah terjadi adanya suatu persetubuhan. Foto mesra yang diajukan dalam kasus ini tidak jelas apakah foto tersebut hanya sekedar berpelukan atau berciuman atau memang foto sedang melakukan persetubuhan. Apabila foto tersebut hanya foto berpelukan atau berciuman dapat dianggap kurang membuktikan adanya perzinahan yang dilakukan istri dari Bernaldi Kadir dan actor Zumi zola. Sehingga harus ada bukti-bukti lain untuk memperkuat tuduhan Bernaldi Kadir agar Hakim yakin bahwa telah terjadi suatu perzinahan.

2.2  Bagaimanakah pengaturan pidana penjara dalam RUUKUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan?
Pengaturan pidana penjara dalam RUUKUHP  yang terbaru yakni tahun 2012 dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 483 yang menyebutkan :
1)      Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
a.       laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b.      perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c.       laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d.      perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e.       laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
2)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
3)      Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
4)      Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Perbedaan pengaturan pidana penjara dalam kaitannya dengan kasus dalam KUHP dan RUUKUHP dapat dilihat dari table berikut:
Keterangan
KUHP
RUUKUHP Tahun 2012
Ancaman pidana penjara
Maksimal 9 tahun
Maksimal 5 tahun
Pengaduan
Tidak dijelaskan
Suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar
Jenis delik aduan
Delik aduan absolut
Delik aduan absolut





BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Pidana penjara merupakan salah satu jenis dari pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Yang dimaksud dengan pidana penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan kemerdekaan. Pidana penjara atau hukuman penjara mulai dipergunakan terhadap orang Indonesia berdasarkan ketentuan didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1964 namanya diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, waktu mulai berlaku KUHP.
Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar terpidana setelah kembali kedalam masyarakat dapat menjadi warga yang baik dan berguna sehingga terpidana tidak mengulangi kembali perbuatannya.  Tujuan pemidaan yang di berlakukan di Indonesia adalah berdasarkan teori gabungan. Dimana, penjatuhan pidana berupa penjara merupakan keadilan mutlak yang harus ada sebagai wujud pembalasan, namun pembalasan tersebut haruslah didalamnya mengandung hal-hal yang berguna bagi masyarakat dan terpidana.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah Ordonasi tanggal 10 Desember 1917, Staatsblad tahun 1917 nomor 708, yang juga dikenal dengan sebutan Gestichtenreglement.
Pengaturan pidana penjara dalam KUHP dalam kaitan dengan kasus perzinahan diatur dalam Pasal 287. Untuk dapat menuntut dengan menggunakan pasal ini, pihak yang mengadukan harus dapat membuktikan bahwa memang telah terjadi adanya suatu persetubuhan. Apabila bukti yang diajukan mampu meyakinkan hakim bahwa telah terjadi suatu perzinahan maka terdakwa akan dijatuhi pidana penjara maksimal 9tahun.
.



[1]Lamintang Theo, Lamintang P.A.F, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, hal. 54
[2] Ibid hal. 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar