1.
Apakah Perda
Provinsi Bali dapat berlaku apabila suatu kabupaten belum memiliki perda
Jawab :
Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan
persetujuan bersama kepala daerah dengan DPRD yang berfungsi untuk
menyelenggarakan otonomi daerah, tugas pembantuan, menampung kondisi khusus
daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan diatasnya.
Dari segi jenisnya, Perda dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni
a.
Perda
Provinsi
Perda Provinsi adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur[1].
b.
Perda
Kabupaten
Perda Kabupaten /Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten /Kota dengan persetujuan bersama Bupati/ Walikota[2].
Diantara Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota didalam hukum positif
Indonesia ditegaskan bahwa tidak mempunyai hubungan hierarki, artinya Perda
Kabupaten/Kota tidak harus menjadikan Perda Provinsi sebagai rujukan dalam
dasar hukumnya.
Meskipun secara administratif tidak mempunyai hubungan hierarki, tetapi
dari segi ilmu tentang norma Perda Kabupaten/kota harus merujuk pada Perda
Provinsi karena norma yang lebih luas berlakunya dan norma yang lebih sempit
berlakunya dalam hal ini Perda Kabupaten/Kota merupakan norma yang lebih rendah
derajat hierarkinya. Dengan catatan kedua norma tersebut berlaku pada wilayah
yang sama[3].
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa Perda
Provinsi Bali dapat berlaku apabila suatu kabupaten belum memiliki perda karena
Perda Provinsi memiliki norma yang lebih luas berlakunya dan memiliki derajat
yang lebih tinggi hierarkinya dibanding Perda Kabupaten/Kota.
Perda Provinsi juga dapat diterbitkan tanpa adanya Perda kabupaten,
asalkan hal yang diatur oleh Perda Provinsi merupakan hal-hal yang dapat
mendukung secara sinergis program-program Pemerintah di daerah di kabupaten,
dan dapat menjadi acuan penyusunan Perda Kabupaten/Kota seperti yang termuat
dalam Pasal 5 c Perda Provinsi Bali No.
16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang menyebutkan bahwa RTRW
berkedudukan sebagai acuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
kabupaten/kota, rencana rinci tata ruang kawasan strategis provinsi, rencana
detail tata ruang kabupaten/kota, dan rencana rinci tata ruang kawasan
strategis kabupaten/kota.
Apabila terdapat suatu kabupaten yang belum memiliki Perda maka, Perda
Provinsi akan menjadi acuan dalam pembentukan Perda Kabupaten/Kota yang akan
disesuaikan dengan daerah Kabupaten/Kota tersebut.
Selanjutnya ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:
a.
penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b.
penyusunan
rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c.
pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d.
mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e.
penetapan
lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f.
penataan
ruang kawasan strategis provinsi; dan
g.
penataan
ruang wilayah kabupaten/kota.
Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) dan (2) UU No.
26 tahun 2007
(1)
Penyusunan
rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a.
rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b.
pedoman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c.
rencana
pembangunan jangka panjang daerah.
(2)
Penyusunan
rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
a.
perkembangan
permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
b.
upaya
pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c.
keselarasan
aspirasi pembangunan kabupaten;
d.
daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e.
rencana
pembangunan jangka panjang daerah;
f.
rencana
tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
g.
rencana
tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Berdasarkan uraian Pasal-Pasal diatas maka
dapat ditarik kesimpulan yakni
1.
Penyusunan
RTRW Provinsi, kabupaten/kota merupakan blueprint pemanfaatan ruang bagi
kegiatan pembangunan masing-masing daerah.
2.
RTRW
suatu daerah merupakan penjabaran dari
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dari satuan pemerintahan yang lebih atas
secara berjenjang
3.
RTRW
untuk tiap-tiap daerah dituangkan ataupun di tetapkan dengan Perda (Peraturan Daerah).
Sumber:
-
IGde Pantja
Astawa,Suprin Na’a. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia.
Hal 69-71 dan hal 285-287.
-
Perda
Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
-
UU No.
12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
-
UU No.
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
2.
Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi?
Jawab :
Keberadaan Perda menjadi sesuatu yang mutlak dalam mengatur urusan rumah
tangga daerah. Namun pada prakteknya banyak perda yang bermasalah baik yang
ditetapkan oleh Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang menyebabkan Perda tersebut
tidak dapat dipenuhi. Faktor-faktor yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi
adalah
1.
Menurut
Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :
a.
Hukumnya
sendiri
Suatu Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Selain itu bahasa yang dipergunakan dalam pembentukan suatu
Perda harus dibuat sejelas, sederhana, dan setepat mungkin, karena isinya
merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena Perda tersebut.
b.
Penegak
hukum
Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian penegak hukum. Penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus
berlandaskan kepribadian yang adil, menjunjung tinggi kebenaran dan bijak dalam
mengambil setiap keputusan. Sehingga kebijakan, keadilan dan kebenaran tersebut
harus diaktualisasikan sehingga dapat dirasakan, dan dilihat oleh masyarakat banyak. Karena hukum atau
peraturan tanpa penegak hukum yang benar sama saja sia-sia dan tidak ada
artinya.
c.
Sarana prasarana
dan fasilitas yang mendukung
Faktor sarana prasarana mencakup perangkat lunak dan perangkat keras,
salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan,sedangkan perangkat keras
dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.
Untuk itu dalam menjalankan tugasnya misalnya, polisi sebelum menjalankan
tugasnya mereka harus diberikan pendidikan yang salah satunya pendidikan
mengenai cara menggunakan pistol agar nantinya pistol tersebut tidak
dipergunakan secara sembarangan. Selain itu perlu fisik yang siap dalam
memenuhi tugas dan kewajibannya sebagai polisi. Fasilitas yang mendukung adalah
alat-alat yang akan mendukung dari keberhasilan suatu peraturan. Misalnya polisi
yang diberikan fasilitas motor untuk mengejar para pemburu binatang liar di
hutan.
d.
Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit
banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya
derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu
indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
e.
Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar
bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan (sistem) hukum yang
pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku adalah
suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa
yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang. Nilai-nilai mana merupakan
konsepsi-konsepsi mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianuti dan apa yang
dianggap buruk sehingga dihindari.
2.
Menurut
Lawrence Friedman yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi adalah apabila
perda tersebut tidak memenuhi unsur-unsur dalam sistem hukum, yaitu[4]
:
a.
Struktur
hukum (legal structure)
Sistem hukum terus berubah,namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam
kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu
lainnya. Ada pola jangka panjang yang berkesinambungan akan berada di situ
dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum – kerangka atau rangkanya,
bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan. Struktur sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran
pengadilan, yurisdiksinya( yaitu, jenis perkara yang diperiksa, dan bagaimana
serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lain.
Jelasnya struktur adalah semacam sayatan sistem hukum – semacam foto diam yang
menghentikan gerak.
b.
Substansi
hukum (legal substance)
Yaitu aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam
sistem itu. Substansi juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang yang
berada dalam sistem hukum itu – keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru
yang mereka susun. Penekannya di sini terletak pada hukum hukum yang hidup (Living law) , bukan hanya pada aturan
dalam kitab hukum (law books).
c.
Budaya
hukum (legal culture)
Yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum – kepercayaan,
nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah
suasana pikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu
sendiri tidak akan berdaya – seperti ikan yang mati terkapar di keranjang,
bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.
[1] pasal
1 angka 7 UU No. 12 Tahun 2011
[2] Pasal
1 angka 8 UU No. 12 Tahun 2011
[3] Gde
Pantja Astawa,Suprin Na’a. Dinamika Hukum
dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia. Hal. 71
[4]
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction Second Edition (Hukum
Amerika Sebuah Pengantar) Penerjemah Wishnu Basuki, Penerbit PT. Tatanusa,
Jakarta, 2001, hal 7 –9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar