Rabu, 14 Januari 2015

Apakah Perda Provinsi Bali dapat berlaku apabila suatu kabupaten belum memiliki perda

1.      Apakah Perda Provinsi Bali dapat berlaku apabila suatu kabupaten belum memiliki perda
Jawab :

Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan persetujuan bersama kepala daerah dengan DPRD yang berfungsi untuk menyelenggarakan otonomi daerah, tugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan diatasnya.

Dari segi jenisnya, Perda dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni
a.       Perda Provinsi
Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur[1].
b.      Perda Kabupaten
Perda Kabupaten /Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten /Kota dengan persetujuan bersama Bupati/ Walikota[2].

Diantara Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota didalam hukum positif Indonesia ditegaskan bahwa tidak mempunyai hubungan hierarki, artinya Perda Kabupaten/Kota tidak harus menjadikan Perda Provinsi sebagai rujukan dalam dasar hukumnya.
Meskipun secara administratif tidak mempunyai hubungan hierarki, tetapi dari segi ilmu tentang norma Perda Kabupaten/kota harus merujuk pada Perda Provinsi karena norma yang lebih luas berlakunya dan norma yang lebih sempit berlakunya dalam hal ini Perda Kabupaten/Kota merupakan norma yang lebih rendah derajat hierarkinya. Dengan catatan kedua norma tersebut berlaku pada wilayah yang sama[3].

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa Perda Provinsi Bali dapat berlaku apabila suatu kabupaten belum memiliki perda karena Perda Provinsi memiliki norma yang lebih luas berlakunya dan memiliki derajat yang lebih tinggi hierarkinya dibanding Perda Kabupaten/Kota.
Perda Provinsi juga dapat diterbitkan tanpa adanya Perda kabupaten, asalkan hal yang diatur oleh Perda Provinsi merupakan hal-hal yang dapat mendukung secara sinergis program-program Pemerintah di daerah di kabupaten, dan dapat menjadi acuan penyusunan Perda Kabupaten/Kota seperti yang termuat dalam Pasal 5 c  Perda Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang menyebutkan bahwa RTRW berkedudukan sebagai acuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota, rencana rinci tata ruang kawasan strategis provinsi, rencana detail tata ruang kabupaten/kota, dan rencana rinci tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Apabila terdapat suatu kabupaten yang belum memiliki Perda maka, Perda Provinsi akan menjadi acuan dalam pembentukan Perda Kabupaten/Kota yang akan disesuaikan dengan daerah Kabupaten/Kota tersebut.

Selanjutnya ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:
a.       penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b.      penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c.       pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d.      mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e.       penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f.       penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g.      penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) dan (2) UU No. 26 tahun 2007
(1)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a.       rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b.      pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c.       rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
a.       perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
b.      upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c.       keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d.      daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e.       rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f.       rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
g.      rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Berdasarkan uraian Pasal-Pasal diatas maka dapat ditarik kesimpulan yakni
1.      Penyusunan RTRW Provinsi, kabupaten/kota merupakan blueprint pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan masing-masing daerah.
2.      RTRW suatu daerah merupakan penjabaran  dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dari satuan pemerintahan yang lebih atas secara berjenjang
3.      RTRW untuk tiap-tiap daerah dituangkan ataupun di tetapkan  dengan Perda (Peraturan Daerah).

Sumber:
-          IGde Pantja Astawa,Suprin Na’a. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia. Hal 69-71 dan hal 285-287.
-          Perda Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
-          UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
-          UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.









2.      Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi?
Jawab :
Keberadaan Perda menjadi sesuatu yang mutlak dalam mengatur urusan rumah tangga daerah. Namun pada prakteknya banyak perda yang bermasalah baik yang ditetapkan oleh Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang menyebabkan Perda tersebut tidak dapat dipenuhi. Faktor-faktor yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi adalah
1.      Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :
a.       Hukumnya sendiri
Suatu Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu bahasa yang dipergunakan dalam pembentukan suatu Perda harus dibuat sejelas, sederhana, dan setepat mungkin, karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena Perda tersebut.
b.      Penegak hukum
Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum. Penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus berlandaskan kepribadian yang adil, menjunjung tinggi kebenaran dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Sehingga kebijakan, keadilan dan kebenaran tersebut harus diaktualisasikan sehingga dapat dirasakan, dan dilihat  oleh masyarakat banyak. Karena hukum atau peraturan tanpa penegak hukum yang benar sama saja sia-sia dan tidak ada artinya.
c.       Sarana prasarana dan fasilitas yang mendukung
Faktor sarana prasarana mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan,sedangkan perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Untuk itu dalam menjalankan tugasnya misalnya, polisi sebelum menjalankan tugasnya mereka harus diberikan pendidikan yang salah satunya pendidikan mengenai cara menggunakan pistol agar nantinya pistol tersebut tidak dipergunakan secara sembarangan. Selain itu perlu fisik yang siap dalam memenuhi tugas dan kewajibannya sebagai polisi. Fasilitas yang mendukung adalah alat-alat yang akan mendukung dari keberhasilan suatu peraturan. Misalnya polisi yang diberikan fasilitas motor untuk mengejar para pemburu binatang liar di hutan.
d.      Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
e.       Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan (sistem) hukum yang pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang. Nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianuti dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.

2.      Menurut Lawrence Friedman yang menyebabkan perda tidak dapat dipenuhi adalah apabila perda tersebut tidak memenuhi unsur-unsur dalam sistem hukum, yaitu[4] :
a.       Struktur hukum (legal structure)
Sistem hukum terus berubah,namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang berkesinambungan akan berada di situ dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum – kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Struktur sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya( yaitu, jenis perkara yang diperiksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lain. Jelasnya struktur adalah semacam sayatan sistem hukum – semacam foto diam yang menghentikan gerak.
b.      Substansi hukum (legal substance)
Yaitu aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu – keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Penekannya di sini terletak pada hukum hukum yang hidup (Living law) , bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum (law books).
c.       Budaya hukum (legal culture)
Yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum – kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya – seperti ikan yang mati terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.








[1] pasal 1 angka 7 UU No. 12 Tahun 2011
[2] Pasal 1 angka 8 UU No. 12 Tahun 2011
[3] Gde Pantja Astawa,Suprin Na’a. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia. Hal. 71
[4] Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction Second Edition (Hukum Amerika Sebuah Pengantar) Penerjemah Wishnu Basuki, Penerbit PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal 7 –9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar